TESIS bahwa pendidikan memberi kontribusi secara signifikan terhadap pembangunan ekonomi telah menjadi kebenaran yang bersifat aksiomatik. Berbagai kajian akademis dan penelitian empiris telah membuktikan keabsahan tesis itu.
Buku terakhir William Schweke, Smart Money: Education and Economic Development (2004), sekali lagi memberi afirmasi atas tesis ilmiah para scholars terdahulu, bahwa pendidikan bukan saja akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas, memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, tetapi juga dapat menumbuhkan iklim bisnis yang sehat dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi.
Karena itu, investasi di bidang pendidikan tidak saja berfaedah bagi perorangan, tetapi juga bagi komunitas bisnis dan masyarakat umum. Pencapaian pendidikan pada semua level niscaya akan meningkatkan pendapatan dan produktivitas masyarakat. Pendidikan merupakan jalan menuju kemajuan dan pencapaian kesejahteraan sosial dan ekonomi. Sedangkan kegagalan membangun pendidikan akan melahirkan berbagai problem krusial: pengangguran, kriminalitas, penyalahgunaan narkoba, dan welfare dependency yang menjadi beban sosial politik bagi pemerintah.
MEMASUKI abad ke-21, paradigma pembangunan yang merujuk knowledge-based economy tampak kian dominan. Paradigma ini menegaskan tiga hal. Pertama, kemajuan ekonomi dalam banyak hal bertumpu pada basis dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kedua, hubungan kausalitas antara pendidikan dan kemajuan ekonomi menjadi kian kuat dan solid. Ketiga, pendidikan menjadi penggerak utama dinamika perkembangan ekonomi, yang mendorong proses transformasi struktural berjangka panjang. Sebagai ilustrasi, Jepang adalah negara Asia pertama yang menjadi pelopor pembangunan perekonomian berbasis ilmu pengetahuan. Setelah Jepang, menyusul negara-negara Asia Timur lain seperti Singapura, China, Taiwan, Hongkong, dan Korea Selatan.